Pak Ogah Ancaman Pengguna Kendaraan. Kok Di biarkan?
Catatan LantasInfo
Kiprah Pak Ogah di jalan, dinilai banyak kalangan sebagai bentuk kegiatan melawan hukum. Merekapun acapkali menjadi ancaman bagi pengguna kendaraan bermotor yang melintas di pertigaan jalan, perempatan serta area pemutaran.
Ia dinilai melanggar hukum karena kegiatan mereka menghentikan, mengarahkan, dan memerintahkan kendaraan untuk jalan terus dan sebagainya, padahal pak ogah tidak memiliki kewenangan tersebut.
Diketahui, kegiatan penjagaan dan pengaturan lalu lintas merupakan kegiatan preemtif, preventif, dan upaya paksa yang hanya dapat dilakukan oleh petugas kepolisian, bukan kawanan Pak Ogah yang tak jelas.
Pak Ogah pun acapkali menjadi salahsatu penyebab terjadinya kemacetan arus lalulintas, karena mendahulukan pengguna jasa mereka di jalan yang menyiapkan uang dan mengabaikan kepentingan pemanfaat jalan pengguna kendaraan lainnya.
Bahkan, Pak Ogah yang beroperasi di jalan biasanya tidak sendiri, melainkan berkelompok dan rentang menjadi pelaku kriminal dengan objek korban adalah pengguna kendaraan (mobil) yang hendak menyeberang atau berbelok.
Terkadang jika tidak diberi uang, mereka seringpula merasa tidak dihargai , sehingga mempertontonkan kekecewaan dengan amarah.
Contoh kasus, di Kota Makassar, dihebohkan oleh berita vital soal Pak Ogah yang berulah dan mengancam pengguna jalan di area Jalan Sultan Alauddin Makassar.
Dalam video tersebut, lantaran tak diberi uang, Pak Ogah tersebut murka dengan mengeluarkan kalimat-kalimat tak senonoh dengan nada ancaman dengan menggunakan bahasa daerah Makassar. Terlihat pula dalam video yang beredar di sosial media, Pak Ogah tersebut menggenggam batu.
Nah, ini tantangan bagi instansi pemerintahan penegak peraturan daerah (perda). Seyogyanya, geliat Pak Ogah bukanlah menjadi tontonan menarik, tetapi mereka harus ditiadakan di jalan.
Hal itu, bukan berarti mengenyampingkan rasa kemanusiaan, namun memikirkan kepentingan masyarakat pengguna jalan lainnya dalam menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalulintas (Kamseltiblancar).
Ada hal yang menarik dalam pembahasan pemberantasan Pak Ogah. Instansi penegak perda seharusnya pro aktif melakukan pemantauan dan pendataan titik arus padat Lalulintas yang menjadi objek kerja kelompok-kelompok Pak Ogah.
Yang berkewenangan tentunya instansi pemerintahan penegak perda seharusnya menggandeng aparat keamanan, seperti TNI-Polri dalam merazia keberadaan kawanan Pak Ogah di jalan dengan berdasar pada perda masing-masing daerah yang memiliki ancaman hukuman.
Untuk itu, salah satu upaya menghilangkan aksi pengaturan jalan Pak Ogah, sebaiknya pengguna kendaraan tidak memberi uang pada Pak Ogah. Kita yakin, dengan cara demikian kawanan Pak Ogah dengan sendirinya akan punah. (*)