Terobosan Kreatif Kepolisian Lalulintas (Polantas) di Kabupaten Maros dalam Membangun Hubungan dengan Masyarakat
LantasInfo– Inovasi dan pendekatan baru dalam kepolisian sering kali menjadi faktor penentu keberhasilan dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Salah satu sosok yang berhasil menciptakan perubahan positif dalam Satuan Lalu Lintas (Polantas) adalah Iptu Kamal , seorang perwira berdarah Bugis yang saat ini memegang amanah Kasatlantas Polres Maros, Polda Sulsel, dikenal luas oleh para sopir lintas kabupaten dan provinsi.
Terlepas dari statusnya sebagai anggota baru di jajaran Kopel Putih , ia telah melahirkan berbagai konsep yang menarik perhatian bagi masyarakat pengguna jalan, termasuk gagasan Swiping Terbalik, Sahabat Polantas, dan Lomba Kritik dan Saran.
Salah satu gebrakan awalnya yang sempat viral di berbagai platform adalah “Swiping Terbalik” ketika ia menjabat Kanit Regident di Satlantas Polres Palopo .
Jika sebelumnya razia kendaraan oleh Polantas selalu dianggap sebagai momok bagi pengendara, Iptu Kamal membalik paradigma tersebut dengan memberikan hadiah bagi sopir yang memiliki kelengkapan surat dan patuh aturan.
Konsep ini berhasil mengubah perspektif masyarakat terhadap razia lalu lintas , dari yang sebelumnya dihindari menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu.
Tak hanya memperkuat kedisiplinan berlalu lintas, inisiatif ini juga menjadi bukti bahwa penegakan aturan bisa dilakukan dengan pendekatan lebih humanis.
Pendekatan inovatif lainnya adalah “Sahabat Polantas” , sebuah konsep yang diterapkan dalam menangani kemacetan kronis di Jalur Kappang, Poros Kabupaten Maros-Bone .
Selama bertahun-tahun, wilayah ini terkenal dengan antrean panjang yang bisa mencapai 7 hingga 10 jam per hari, terutama ketika proyek perbaikan jalan berlangsung.
Namun, dengan strategi yang digagas oleh Iptu Kamal dan timnya yang berjumlah 10 personel di jalur kappang , kemacetan berhasil direduksi secara signifikan hingga hanya 1 jam , bahkan terkadang terhitung singkat 30 menit .
Konsep ini tidak hanya mengandalkan pengaturan lalu lintas, tetapi juga membangun kemitraan dengan sopir , menciptakan kesadaran kolektif bahwa kepolisian dan pengguna jalan harus bekerja sama, bukan saling mencari kesalahan.
Tidak berhenti di situ, Iptu Kamal juga menghadapi kritik dengan pendekatan yang unik. Jika banyak pejabat cenderung menghindari kritik, ia justru ia pernah membuat kompetisi “Lomba Kritikan & Saran” sebagai sarana menerima masukan dari masyarakat.
Dengan membuka ruang diskusi ini, ia menunjukkan bahwa kepolisian bukanlah institusi yang tertutup, tetapi bisa berkembang dengan mendengar aspirasi masyarakat.
Pendekatan ini mengubah kritik dari sekadar keluhan menjadi sumber perbaikan layanan , terutama dalam aspek lalu lintas yang masih jauh dari kata sempurna.
Dalam sebuah pertemuan di salahsatu warkop di Kota Maros, Iptu Kamal secara terbuka menyatakan bahwa inovasi yang ia lakukan bukan untuk mencari pengakuan pribadi, tetapi sebagai bagian dari upaya memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap Polantas.
Ia menyebut bahwa keberhasilan konsep yang ia buat bukanlah klaim dirinya, tetapi berasal dari pengakuan langsung para sopir yang merasakan dampaknya.
Sikap rendah hati ini semakin memperkuat citranya sebagai sosok yang fokus pada solusi konkret , bukan sekadar wacana.
Ia juga menegaskan bahwa setiap konsep baru dalam kepolisian tidak selalu berjalan mulus. Tantangan dari lingkungan kerja dan berbagai penilaian dari rekan sejawat menjadi bagian dari dinamika yang harus dihadapi.
Namun, baginya yang terpenting adalah apakah kebijakan yang diterapkan memiliki manfaat nyata bagi masyarakat .
Ia bahkan dengan santai menyebut bahwa jabatan hanyalah sementara, hari ini diberikan, besok bisa digantikan oleh orang lain.
Filosofi ini menunjukkan bahwa baginya, yang lebih penting bukanlah posisi, tetapi dampak yang diciptakan bagi publik.
Terobosan baru juga terus ia persiapkan, termasuk konsep lomba unik yang akan mengubah pola pikir masyarakat terkait kepolisian.
Jika selama ini balap motor identik dengan kecepatan, ia berencana membuat “Lomba Sepeda Motor Lambat” jelang HUT Bhayangkara ke 79, 1 Juli 2025 dan menjadi sebuah ajang kompetisi yang menantang pengendara untuk mempertahankan keseimbangan dan kesabaran dalam berkendara.
Konsep menuju Indonesia Emas ini berangkat dari refleksi bahwa keselamatan di jalan sering kali lebih berkaitan dengan kehati-hatian daripada kecepatan .
Pendekatan unik dan kreatif dari Anggota Polantas berdarah Bugis ini membuktikan bahwa kepolisian bisa lebih dari sekadar penegak hukum mereka bisa menjadi mitra, pendamping, dan sahabat masyarakat .
Dengan konsep yang terus berkembang, Iptu Kamal telah membuka peluang baru dalam transformasi kepolisian , menegaskan bahwa inovasi tidak harus selalu berbasis sanksi, tetapi bisa tumbuh melalui kesadaran dan kolaborasi .
Jika pendekatan seperti ini bisa diterapkan lebih luas, maka bukan mustahil citra kepolisian akan semakin dekat dengan masyarakat, bukan sebagai institusi yang ditakuti, tetapi sebagai pelindung dan pengayom yang benar-benar memahami kebutuhan rakyat. (*)