LANTASINFO– Transformasi pelayanan lalu lintas kembali digaungkan. Lewat program “Polantas Menyapa”, Korlantas Polri mencoba memperkenalkan wajah baru polisi lalu lintas bukan lagi sosok yang identik dengan peluit, tilang, dan razia mendadak, melainkan penolong masyarakat, sahabat pengguna jalan, bahkan mediator setiap persoalan di jalan raya.

Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryo Nugroho, belum lama ini  dengan tegas menyatakan bahwa Polantas harus “hadir memberi rasa aman sekaligus solusi, bukan sekadar menertibkan.”

Sebuah pernyataan yang patut diapresiasi, apalagi di tengah publik yang masih menyimpan memori buruk soal razia tebang pilih atau denda yang bisa “disederhanakan”.

Namun perubahan kultur bukan pekerjaan sehari semalam. Ia harus dimulai dari hal paling mendasar: kehadiran nyata pimpinan di lapangan. Instruksi agar para Kasatlantas memimpin langsung di titik-titik macet dan rawan kecelakaan adalah langkah strategis, asal tidak berhenti di kunjungan seremonial menjelang kunjungan pejabat atau liputan kamera.

Penghapusan tilang manual dan peralihan penuh ke sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) juga menjadi pilar penting.

Digitalisasi hukum lalu lintas bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga pagar agar kewenangan tak kembali jadi peluang transaksi jalanan.

Namun pertanyaannya: apakah ETLE sudah menjangkau seluruh wilayah hingga jalan kabupaten dan pelosok desa tempat pelanggaran justru marak?

Polantas yang humanis bukan sekadar mereka yang tersenyum sambil mengatur lalu lintas.

Ia harus punya DNA melayani, bukan menegur sambil mencari celah kesalahan. Ia harus mampu mendengar keluhan sopir angkot yang stres, ibu-ibu yang panik, hingga ojek online yang dikejar order. Itulah makna sesungguhnya dari “Polantas Menyapa”.

Karena sejatinya, masyarakat tidak menuntut malaikat berseragam. Mereka hanya ingin polisi yang adil, tegak aturan tanpa pandang kendaraan, merekam pelanggaran dengan kamera—bukan dengan perasaan.

Program ini mungkin belum sempurna. Tapi jika benar dijalankan dengan integritas dan keberanian membersihkan “oknum internal”, Polantas Menyapa bisa menjadi bukan sebatas slogan, melainkan titik balik sejarah hubungan rakyat dan aparat di jalan raya.

Dan di jalan raya itulah, setiap hari.kewibawaan negara sedang diuji. Bukan di gedung mewah, bukan di podium pidato, melainkan di perempatan macet saat lampu merah. (*)

 

Berita Terkait