Polwan pertama-tama didirikan pada Tahun 1948
Pada awal tahun 1948, kepolisian dalam menangani suatu kasus terdapat kesulitan-kesulitan pada pemeriksaan korban, tersangka ataupun saksi wanita terutama pemeriksaan fisik.
Hal tersebut mengakibatkan polisi sering kali meminta bantuan para istri polisi dan pegawai sipil wanita untuk melaksanakan tugas pemeriksaan fisik.
Organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi berinisiatif mengajukan usulan kepada pemerintah agar wanita diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian untuk menangani masalah tersebut.
Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi memberikan kesempatan mendidik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi.
Nah, pada tanggal 1 September 1948 secara resmi disertakan 6 (enam) siswa wanita yaitu:
1. Mariana Saanin
2. Nelly Pauna
3. Rosmalina Loekman
4. Dahniar Sukotjo
5. Djasmainar
6. Rosnalia Taher
Keeman wanita ini mulai mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 (empat puluh empat) siswa laki-laki di SPN Bukittinggi, sehingga sejak saat itu tanggal 1 September diperingati sebagai hari lahirnya polisi wanita (Polwan).
Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 19 Desember 1948 meletus agresi militer Belanda ke II yang menyebabkan pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi dihentikan dan ditutup.
Pada Tahun 1950, setelah adanya pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia, pada tanggal 19 Juli 1950 ke enam calon inspektur polisi wanita kembali dilatih di SPN Sukabumi. Selama pendidikan ke enam calon inspektur polisi wanita mendapat pelajaran mengenai ilmu-ilmu kemasyarakatan, pendidikan dan ilmu jiwa, pedagogi, sosiologi, psikologi, dan latihan anggar, jiu jit su, judo, serta latihan militer.
Tahun 1951 Pada tanggal 1 Mei ke enam calon inspektur polisi wanita berhasil menyelesaikan pendidikan dan mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya. Mereka diberikan tugas khusus menyangkut kepolisian terkait dengan wanita, anak-anak, dan masalah-masalah sosial seperti mengusut, memberantas dan mencegah kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak; memberi bantuan kepada polisi umum dalam pengusutan dan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa atau saksi khusus untuk memeriksa fisik kaum wanita yang tersangkut atau terdakwa dalam suatu perkara; mengawasi dan memberantas pelacuran, perdagangan perempuan dan anak-anak.
Di tahun 1965 Sejak dikeluarkan TAP MPR No. II Tahun 1960 yang menyatakan bahwa kepolisian merupakan bagian dari angkatan bersenjata, maka pada tahun 1965 pendidikan calon perwira Polwan diintegrasikan bersama calon perwira polisi pria untuk bersama-sama dididik di AAK (Akademi Angkatan Kepolisian) di Yogyakarta.
Perekrutan Polwan di AAK hanya berjalan satu angkatan, setelah itu tidak ada lagi perekrutan untuk calon perwira Polwan di AAK.
Jalur perekrutan untuk menjadi perwira Polwan adalah melalui jalur perwira karier setingkat sarjana dan sarjana muda melalui SEPAMILWA (Sekolah Perwira Militer Wajib).
Tahun 1975, Depo Pendidikan dan Latihan (Dodiklat) 007 Ciputat untuk pertama kali membuka kelas pendidikan untuk bintara Polwan.
Lalu Tahun 1982, Dodiklat 007 berubah namanya menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan) Ciputat, menjadi tahun pertama bagi lembaga pendidikan yang khusus mendidik polisi wanita.
Pada tanggal 30 Oktober 1984 Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan).
Berdirinya Sepolwan menarik minat perempuan untuk menjadi polisi.
Pada tanggal 29 November 1986, Kapolri pada saat itu Jenderal Polisi Drs. Mochammad Sanoesi mengesahkan lambang polisi wanita dengan menerbitkan Surat Keputusan No. Pol.: Skep/480/XI/1986.
Lambang Polwan diwujudkan dalam bentuk logo dengan rincian makna:
Bunga Matahari yang bermakna sifat wanita.
Tujuh helai dan empat helai bunga melambangkan pedoman hidup Polri Tribrata dan pedoman kerja Polri Catur Prasetya Polri.
Perisai dan obor melambangkan Polwan adalah anggota kepolisian Republik Indonesia yang turut melaksanakan tugas dan fungsi kepolisian Republik Indonesia.
Tiga bintang emas bermakna Tribrata sebagai pedoman hidup bagi tiap anggota Polri.
1948 melambangkan saat pertama kali adanya Polwan di kepolisian Republik Indonesia.
Esthi Bhakti Warapsari bermakna pengabdian putri-putri pilihan menuju kea rah tercapainya cita-cita luhur yaitu terciptanya masyarakat Tata Tentram Kerta Raharja kepada negara dan bangsa.
Sumber: Museumpolri.org