JAKARTA– Langkah Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryo Nugroho untuk membuka diri terhadap kritik dan masukan masyarakat menjadi cerminan komitmen institusi kepolisian dalam menjawab tantangan modernitas.

Penggunaan sirene pada kendaraan patroli pengawalan (patwal) yang kerap menimbulkan keluhan masyarakat menjadi salah satu fokus evaluasi.

Sirene yang digunakan, terutama dalam kondisi kemacetan, sering dianggap mengganggu dan menambah ketegangan di jalan raya.

Kritik ini menggambarkan bagaimana adaptasi dan reformasi di tubuh Polri sangat dibutuhkan demi menyeimbangkan antara efektivitas operasional dan kepuasan masyarakat.

Permintaan Irjen Agus kepada Dirgakkum Korlantas Polri Brigjen Raden Slamet Santoso untuk mengevaluasi penggunaan sirene menunjukkan upaya Polri untuk mendengarkan keluhan publik.

Alternatif penggunaan sirene panjang yang lebih bijaksana dan tidak mengganggu diharapkan mampu menciptakan suasana yang lebih kondusif di jalan raya.

Langkah ini juga menandakan bahwa Polri tidak hanya berorientasi pada tugas dan hasil, tetapi juga peka terhadap persepsi masyarakat.

Dalam analisis yang lebih mendalam, kebijakan seperti ini berpotensi memperkuat citra Polri sebagai institusi yang humanis dan responsif.

Namun, evaluasi terhadap penggunaan sirene hanyalah puncak dari gunung es dalam perbaikan sistem pengawalan Polri.

Kritik terhadap perilaku arogan oknum anggota di lapangan menandakan perlunya pengawasan internal yang lebih ketat.

Dengan lebih dari 300 personel pengawal di luar, termasuk di Polda Metro Jaya, pengendalian terhadap praktik pengawalan harus dilakukan dengan disiplin dan berbasis prosedur operasional standar (SOP).

Upaya ini tidak hanya mencegah pelanggaran, tetapi juga memastikan bahwa tugas pengawalan dijalankan dengan efisien dan tetap menghormati hak pengguna jalan lainnya.

Selain itu, keterbukaan Polri terhadap kritik publik juga harus ditindaklanjuti dengan kebijakan berbasis data.

Masukan masyarakat yang disampaikan secara langsung maupun melalui media perlu menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan strategis.

Dengan melibatkan tim evaluasi yang kompeten, Polri dapat merumuskan kebijakan pengawalan yang tidak hanya mempertimbangkan keamanan, tetapi juga kenyamanan masyarakat.

Respons Irjen Pol Agus ini, jika diikuti dengan tindakan nyata, akan menjadi langkah penting menuju reformasi kepolisian yang lebih profesional.

Sebagai institusi yang mengemban tugas besar, Polri memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan operasional dan kenyamanan publik.

Kritik terhadap fasilitas kendaraan dinas, termasuk sirene dan lampu rotator yang mencolok, seharusnya menjadi titik balik bagi Polri untuk lebih adaptif terhadap kebutuhan zaman.

Sebagaimana respons Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terhadap masukan budayawan Sudjiwo Tejo pada 2023, langkah reflektif ini menunjukkan kesediaan Polri untuk terus belajar dan berbenah.

Dengan reformasi yang terarah, Polri dapat memperkuat posisinya sebagai pengayom masyarakat yang tidak hanya mengutamakan keamanan, tetapi juga peduli terhadap keluhan publik.

Jika proses evaluasi ini dijalankan secara konsisten dan transparan, bukan hanya kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang meningkat, tetapi juga harapan akan pelayanan publik yang lebih humanis dan inklusif. (*)

Berita Terkait